Penyebab dan Dampak Kerusakan
Lingkungan
Penyebab dan Dampak Kerusakan
Lingkungan
Indonesia memiliki 10 persen hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12 persen dari jumlah spesies binatang menyusui/ mamalia, pemilik 16 persen spesies binatang reptil dan ampibi. 1.519 spesies burung dan 25 persen dari spesies ikan dunia. Sebagian diantaranya adalah endemik (hanya dapat ditemui di daerah tersebut).
Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen [World Resource Institute, 1997]. Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan. [Badan Planologi Dephut, 2003].
Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka sebagian besar kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana, baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor. Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia dengan 2022 korban jiwa dan kerugian milyaran rupiah, dimana 85 persen dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan longsor yang diakibatkan kerusakan hutan [Bakornas Penanggulangan Bencana, 2003].
Bagaimana dengan Riau ? Sepanjang tahun 2004, seluas tidak kurang 1.008 hektare lahan di Riau hangus terbakar. Kebakaran yang terjadi itu telah menimbulkan kabut asap beberapa waktu lalu di kawasan Riau dan sekitarnya. Lahan yang terbakar tersebut seluas 1.008,51 hektar yang tersebar di enam daerah kabupaten dan kota, seperti Siak seluas 727,5 hektar, Bengkalis (152 ha), Rokan Hilir (80,75 ha), Indragiri Hilir (40,26 ha), Kota Pekanbaru (24 ha) dan Kota Dumai seluas 4 hektar. Peristiwa kebakaran hutan itu kembali terjadi pada awal tahun 2005 dengan kerugian yang tidak sedikit. (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda) Provinsi Riau).
Dengan kerusakan hutan Indonesia, kita akan kehilangan beragam hewan dan tumbuhan yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Sementara itu, hutan Indonesia selama ini merupakan sumber kehidupan bagi sebagian rakyat Indonesia. Hutan merupakan tempat penyedia makanan, penyedia obat-obatan serta menjadi tempat hidup bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Dengan hilangnya hutan di Indonesia, menyebabkan mereka kehilangan sumber makanan dan obat-obatan. Seiring dengan meningkatnya kerusakan hutan Indonesia, menunjukkan semakin tingginya tingkat kemiskinan rakyat Indonesia dan sebagian masyarakat miskin di Indonesia hidup berdampingan dengan hutan.
Pada tahun 1998, CIFOR, the International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) dan the United States Forest Service, dengan tambahan dana dari Uni Eropa, memulai studi multi disiplin yang difokuskan pada delapan lokasi rentan kebakaran di Sumatra dan Kalimantan. Untuk menentukan mengapa kebakaran bisa terjadi, siapa yang bertanggung jawab, bagaimana cara api menyebar dan jenis habitat mana yang paling berisiko.
Sebagian besar data ?hot-spot? kebakaran dan gambar satelit menunjukkan lautan api dimulai di daerah perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pulp, yang biasa menggunakan api untuk membersihkan lahan. Namun demikian, tampak jelas bahwa asal mula kebakaran juga dipicu oleh berbagai alasan. Konsesi-konsesi kayu, transmigrasi dan pembangunan perkebunan-perkebunan agro-industri membuka jalan masuk ke wilayah-wilayah yang sebelumnya terpencil. Ini mendorong peningkatan skala dan jumlah kebakaran.
Kekurangan peraturan formal yang mengatur hak-hak pemilikan umum dan swasta menyebabkan penggunaan api sebagai senjata dalam konflik-konflik kepemilikan lahan. Api juga digunakan oleh para pemilik lahan kecil untuk membersihkan lahan untuk menanam tanaman pangan dan industri, oleh para transmigran, oleh para peladang berpindah dan oleh para pemburu dan nelayan. Deforestasi dan degradasi hutan alam menyediakan sisa-sisa kayu yang mudah terbakar dan menciptakan bentang-darat yang lebih rentan api.
Ironisnya, realita ini juga diperparah dengan kondisi pemerintahan yang korup, dimana hutan dianggap sebagai sumber uang dan dapat dikuras habis untuk kepentingan individu. Sumber daya alam dijadikan asset ekonomi untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Hal ini terlihat ketika dengan leluasanya Pemprov Riau menjual Pasir laut ke Singapura pada kurun waktu 1978 ? 2002 dengan menyisakan kerugian besar. Ribuan hektar ?tanah air? kita berpindah tempat, sementara penderitaan terdalam dirasakan oleh rakyat kecil. Pengerukan pasir laut ini, membuat ancaman serius terhadap sektor perikanan, wisata dan wilayah territorial. Parahnya, kerusakan lingkungan itu tidak diiringi upaya pemberdayaan lingkungan hidup baik oleh pemerintah atau pihak swasta yang mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia dan Riau pada khususnya. Justru sebaliknya malah menambah kerusakan lingkungan dengan membuang limbah industri dilahan masyarakat seperti sungai, laut atau daratan dan tindakan lain yang sifatnya merusak lingkungan.
Solusi dan Kesimpulan
Pencanangan program pemerintah yang dikoordinasikan oleh kantor Menneg LH, antara lain 7 kegiatan utama yakni bumi lestari, sumber daya alam lestari, program kali bersih, program langit biru, adipura, laut dan pantai lestari serta manajemen lingkungan memerlukan dukungan dan peran serta masyarakat luas dan instansi terkait serta masyarakat internasional dalam pelaksanaannya. Dalam kaitannya dengan "compliance and enforcement", pembentukan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil/ PPNS Bidang Lingkungan, BAPEDAL juga menunjukkan kesungguhan dan komitmen pemerintah yang kuat.
Peringatan hari lingkungan hidup se-dunia dengan tema ? Green Cities ? pada 5 mei 2005 perlu diapresiasi dengan sikap aktif pro-aktif. Seyogyanya pemerintah pusat hingga pemerintah daerah melakukan aksi nyata dan tidak hanya ?panas dan meluap ? luap? pada konsep dan acara seremonial belaka. Apa yang dilakukan oleh pemerintah Kota Pekanbaru dalam memperingati hari lingkungan hidup se-dunia dengan tema ??Gerakan Kota Bersih dan Hijau?? perlu dicontoh oleh kabupaten/ kota lain. Penghijauan kota dan lahan gundul serta penjagaan terhadap lingkungan laut menjadi prioritas mekanisme pembangunan bersih. Hal ini diyakini bahwa hutan merupakan paru-paru dunia yang dapat menyerap karbon dan menyediakan oksigen bagi kehidupan di muka bumi. Fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah juga akan terganggu akibat terjadinya pengrusakan hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi kekeringan di musim kemarau dan banjir serta tanah longsor di musim penghujan. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap kondisi perekonomian masyarakat. Sedangkan laut diyakini menyimpan banyak potensi flora dan fauna yang menarik untuk dijadikan aset daerah dengan pendekatan ekowisata. Tentu pengelolaan yang rapi, sistemik dan berwawasan lingkungan menjadi ruh utama pembangunan.
Program pengentasan kemiskinan dan masalah kesehatan serta lingkungan hidup harus dilakukan segera dengan asumsi pemikiran bahwa salah satu penyebab kerusakan lingkungan hidup adalah kemiskinan yang akut di negara-negara berkembang. Tanpa penanganan yang komprehensif terhadap isu kemiskinan, maka upaya masyarakat internasional melaksanakan agenda pembangunan berkelanjutan akan sia-sia. Dalam kaitan ini, negara-negara berkembang prinsipnya sepakat bahwa kemiskinan adalah salah satu penyebab dari berbagai penyebab penting lainnya seperti pola konsumsi dan produksi yang tidak sustainable serta tidak tersedianya sumber keuangan dan teknologi yang memadai.
Pola pembangunan sebagai visi utama Gubernur Riau dengan formulasi K2i (Pembangunan pada sektor pemberantasan kebodohan, kemiskinan dan pembangunan infrastruktur) patut untuk diapresiasi. Namun konsep K2i itu perlu diterjemahkan dengan strategi pembangunan yang applicable. Sikap tegas dari Gubernur untuk melawan kebodohan dan kemiskinan jangan sampai hanya tinggal dipodium dan lembar pidato. Yang dibutuhkan saat ini adalah aksi rill dari pemerintah dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem bumi, dimana lingkungan hidup adalah mitra dari pembangunan daerah.
Kebijakan pemerintah untuk melakukan pembangunan daerah tidak hanya memperhatikan unsur ekonomi dan politik saja dengan mengesampingkan kepentingan lingkungan. Kita memang tidak bisa melakukan pemisahan antara elemen ? elemen tersebut. Gagasan Emil Salim (2002) dengan paradigma ekonomi dalam lingkungan cukup menarik untuk kita diskusikan. Menurutnya Pembangunan dengan orientasi ekonomi nasional tetap perlu digalakkan namun pemberdayaan lingkungan menjadi include didalamnya sebagai partner utama pembangunan berkelanjutan.
Kelembagaan lingkungan hidup yang sudah berdiri seperti Bapedalda dan lembaga non-pemerintah seperti WALHI, serta masyarakat luas perlu melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Pada sektor korporasi yang mengelola langsung sumber daya alam lokal, seperti CALTEX, RAPP, serta perusahaan ? perusahaan besar lainnya harus memperhatikan kesepakatan ISO-14000 yang mengamanahkan untuk meningkatkan pola produksi berwawasan lingkungan, membangun pabrik atau perusahaan hijau (green company) dengan sasaran keselamatan kerja, kesehatan dan lingkungan yang maksimal dan pola produksi dengan limbah nol (zero waste).
Meminjam AA? Gym, bahwa untuk melakukan apa yang dicita ? citakan tidak akan berhasil tanpa didukung oleh kesadaran manusianya. Maka dari itu - dalam kerangka memelihara lingkungan-mulailah dari yang kecil, seperti membuang puntung rokok pada tempatnya, Mulailah dari diri sendiri dan mulailah dari sekarang. Mari kita cintai diri kita dan makhluk lain dibumi dengan senantiasa menjaga dan memelihara lingkungan hidup.
Indonesia memiliki 10 persen hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12 persen dari jumlah spesies binatang menyusui/ mamalia, pemilik 16 persen spesies binatang reptil dan ampibi. 1.519 spesies burung dan 25 persen dari spesies ikan dunia. Sebagian diantaranya adalah endemik (hanya dapat ditemui di daerah tersebut).
Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen [World Resource Institute, 1997]. Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan. [Badan Planologi Dephut, 2003].
Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka sebagian besar kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana, baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor. Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia dengan 2022 korban jiwa dan kerugian milyaran rupiah, dimana 85 persen dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan longsor yang diakibatkan kerusakan hutan [Bakornas Penanggulangan Bencana, 2003].
Bagaimana dengan Riau ? Sepanjang tahun 2004, seluas tidak kurang 1.008 hektare lahan di Riau hangus terbakar. Kebakaran yang terjadi itu telah menimbulkan kabut asap beberapa waktu lalu di kawasan Riau dan sekitarnya. Lahan yang terbakar tersebut seluas 1.008,51 hektar yang tersebar di enam daerah kabupaten dan kota, seperti Siak seluas 727,5 hektar, Bengkalis (152 ha), Rokan Hilir (80,75 ha), Indragiri Hilir (40,26 ha), Kota Pekanbaru (24 ha) dan Kota Dumai seluas 4 hektar. Peristiwa kebakaran hutan itu kembali terjadi pada awal tahun 2005 dengan kerugian yang tidak sedikit. (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda) Provinsi Riau).
Dengan kerusakan hutan Indonesia, kita akan kehilangan beragam hewan dan tumbuhan yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Sementara itu, hutan Indonesia selama ini merupakan sumber kehidupan bagi sebagian rakyat Indonesia. Hutan merupakan tempat penyedia makanan, penyedia obat-obatan serta menjadi tempat hidup bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Dengan hilangnya hutan di Indonesia, menyebabkan mereka kehilangan sumber makanan dan obat-obatan. Seiring dengan meningkatnya kerusakan hutan Indonesia, menunjukkan semakin tingginya tingkat kemiskinan rakyat Indonesia dan sebagian masyarakat miskin di Indonesia hidup berdampingan dengan hutan.
Pada tahun 1998, CIFOR, the International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) dan the United States Forest Service, dengan tambahan dana dari Uni Eropa, memulai studi multi disiplin yang difokuskan pada delapan lokasi rentan kebakaran di Sumatra dan Kalimantan. Untuk menentukan mengapa kebakaran bisa terjadi, siapa yang bertanggung jawab, bagaimana cara api menyebar dan jenis habitat mana yang paling berisiko.
Sebagian besar data ?hot-spot? kebakaran dan gambar satelit menunjukkan lautan api dimulai di daerah perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pulp, yang biasa menggunakan api untuk membersihkan lahan. Namun demikian, tampak jelas bahwa asal mula kebakaran juga dipicu oleh berbagai alasan. Konsesi-konsesi kayu, transmigrasi dan pembangunan perkebunan-perkebunan agro-industri membuka jalan masuk ke wilayah-wilayah yang sebelumnya terpencil. Ini mendorong peningkatan skala dan jumlah kebakaran.
Kekurangan peraturan formal yang mengatur hak-hak pemilikan umum dan swasta menyebabkan penggunaan api sebagai senjata dalam konflik-konflik kepemilikan lahan. Api juga digunakan oleh para pemilik lahan kecil untuk membersihkan lahan untuk menanam tanaman pangan dan industri, oleh para transmigran, oleh para peladang berpindah dan oleh para pemburu dan nelayan. Deforestasi dan degradasi hutan alam menyediakan sisa-sisa kayu yang mudah terbakar dan menciptakan bentang-darat yang lebih rentan api.
Ironisnya, realita ini juga diperparah dengan kondisi pemerintahan yang korup, dimana hutan dianggap sebagai sumber uang dan dapat dikuras habis untuk kepentingan individu. Sumber daya alam dijadikan asset ekonomi untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Hal ini terlihat ketika dengan leluasanya Pemprov Riau menjual Pasir laut ke Singapura pada kurun waktu 1978 ? 2002 dengan menyisakan kerugian besar. Ribuan hektar ?tanah air? kita berpindah tempat, sementara penderitaan terdalam dirasakan oleh rakyat kecil. Pengerukan pasir laut ini, membuat ancaman serius terhadap sektor perikanan, wisata dan wilayah territorial. Parahnya, kerusakan lingkungan itu tidak diiringi upaya pemberdayaan lingkungan hidup baik oleh pemerintah atau pihak swasta yang mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia dan Riau pada khususnya. Justru sebaliknya malah menambah kerusakan lingkungan dengan membuang limbah industri dilahan masyarakat seperti sungai, laut atau daratan dan tindakan lain yang sifatnya merusak lingkungan.
Solusi dan Kesimpulan
Pencanangan program pemerintah yang dikoordinasikan oleh kantor Menneg LH, antara lain 7 kegiatan utama yakni bumi lestari, sumber daya alam lestari, program kali bersih, program langit biru, adipura, laut dan pantai lestari serta manajemen lingkungan memerlukan dukungan dan peran serta masyarakat luas dan instansi terkait serta masyarakat internasional dalam pelaksanaannya. Dalam kaitannya dengan "compliance and enforcement", pembentukan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil/ PPNS Bidang Lingkungan, BAPEDAL juga menunjukkan kesungguhan dan komitmen pemerintah yang kuat.
Peringatan hari lingkungan hidup se-dunia dengan tema ? Green Cities ? pada 5 mei 2005 perlu diapresiasi dengan sikap aktif pro-aktif. Seyogyanya pemerintah pusat hingga pemerintah daerah melakukan aksi nyata dan tidak hanya ?panas dan meluap ? luap? pada konsep dan acara seremonial belaka. Apa yang dilakukan oleh pemerintah Kota Pekanbaru dalam memperingati hari lingkungan hidup se-dunia dengan tema ??Gerakan Kota Bersih dan Hijau?? perlu dicontoh oleh kabupaten/ kota lain. Penghijauan kota dan lahan gundul serta penjagaan terhadap lingkungan laut menjadi prioritas mekanisme pembangunan bersih. Hal ini diyakini bahwa hutan merupakan paru-paru dunia yang dapat menyerap karbon dan menyediakan oksigen bagi kehidupan di muka bumi. Fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah juga akan terganggu akibat terjadinya pengrusakan hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi kekeringan di musim kemarau dan banjir serta tanah longsor di musim penghujan. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap kondisi perekonomian masyarakat. Sedangkan laut diyakini menyimpan banyak potensi flora dan fauna yang menarik untuk dijadikan aset daerah dengan pendekatan ekowisata. Tentu pengelolaan yang rapi, sistemik dan berwawasan lingkungan menjadi ruh utama pembangunan.
Program pengentasan kemiskinan dan masalah kesehatan serta lingkungan hidup harus dilakukan segera dengan asumsi pemikiran bahwa salah satu penyebab kerusakan lingkungan hidup adalah kemiskinan yang akut di negara-negara berkembang. Tanpa penanganan yang komprehensif terhadap isu kemiskinan, maka upaya masyarakat internasional melaksanakan agenda pembangunan berkelanjutan akan sia-sia. Dalam kaitan ini, negara-negara berkembang prinsipnya sepakat bahwa kemiskinan adalah salah satu penyebab dari berbagai penyebab penting lainnya seperti pola konsumsi dan produksi yang tidak sustainable serta tidak tersedianya sumber keuangan dan teknologi yang memadai.
Pola pembangunan sebagai visi utama Gubernur Riau dengan formulasi K2i (Pembangunan pada sektor pemberantasan kebodohan, kemiskinan dan pembangunan infrastruktur) patut untuk diapresiasi. Namun konsep K2i itu perlu diterjemahkan dengan strategi pembangunan yang applicable. Sikap tegas dari Gubernur untuk melawan kebodohan dan kemiskinan jangan sampai hanya tinggal dipodium dan lembar pidato. Yang dibutuhkan saat ini adalah aksi rill dari pemerintah dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem bumi, dimana lingkungan hidup adalah mitra dari pembangunan daerah.
Kebijakan pemerintah untuk melakukan pembangunan daerah tidak hanya memperhatikan unsur ekonomi dan politik saja dengan mengesampingkan kepentingan lingkungan. Kita memang tidak bisa melakukan pemisahan antara elemen ? elemen tersebut. Gagasan Emil Salim (2002) dengan paradigma ekonomi dalam lingkungan cukup menarik untuk kita diskusikan. Menurutnya Pembangunan dengan orientasi ekonomi nasional tetap perlu digalakkan namun pemberdayaan lingkungan menjadi include didalamnya sebagai partner utama pembangunan berkelanjutan.
Kelembagaan lingkungan hidup yang sudah berdiri seperti Bapedalda dan lembaga non-pemerintah seperti WALHI, serta masyarakat luas perlu melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Pada sektor korporasi yang mengelola langsung sumber daya alam lokal, seperti CALTEX, RAPP, serta perusahaan ? perusahaan besar lainnya harus memperhatikan kesepakatan ISO-14000 yang mengamanahkan untuk meningkatkan pola produksi berwawasan lingkungan, membangun pabrik atau perusahaan hijau (green company) dengan sasaran keselamatan kerja, kesehatan dan lingkungan yang maksimal dan pola produksi dengan limbah nol (zero waste).
Meminjam AA? Gym, bahwa untuk melakukan apa yang dicita ? citakan tidak akan berhasil tanpa didukung oleh kesadaran manusianya. Maka dari itu - dalam kerangka memelihara lingkungan-mulailah dari yang kecil, seperti membuang puntung rokok pada tempatnya, Mulailah dari diri sendiri dan mulailah dari sekarang. Mari kita cintai diri kita dan makhluk lain dibumi dengan senantiasa menjaga dan memelihara lingkungan hidup.
Analisis
kerusakan lingkungan
Mengingat
pentingnya lingkungan hidup untuk kelangsungan hidup manusia, maka untuk
meninjau Masalah-masalah Lingkungan Hidup Serta Upaya-upaya mengatasinya akan
dipaparkan dalam karya tulis ini. Meskipun kemajuan teknologi kita perlukan
untuk mengatasi banyak masalah, termasuk masalah lingkungan, namun pengalaman
menunjukan kemajuan teknologi dapat dan telah membawa dampak buruk bagi
lingkungan hidup kita. Teknologi juga biasa diidentikan dengan pencemaran,
tidak ada penemuan yang betul-betul sempurna tanpa membawa dampak negatife
kepada manusia maupun lingkungan. Dengan adanya dampak negatife tersebut,
haruslah kita waspada.
Pembangunan
pada dasarnya adalah gangguan terhadap keseimbangan lingkungan, yaitu usaha
sadar manusia untuk mengubah Keseimbangan lingkungan dari tingkat kualitas yang
dianggap kurang baik kepada keseimbangan baru yang diangga lebih baik. Dalam
usaha ini harus dijaga agar lingkungan tetap mampu untuk mendukung Tingkat
hidup pada kualitas yang lebih baik tersebut ,yaitu dengan tetap menjaga mutu
pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Masalah-masalah
lingkungan hidup
Pada
era global sekarang ini terdapat banyak sekali masalah-masalah lingkungan hidup
yang semakin kompleks.kota Tarakan dengan luas wilayah sekitar 25.080 hektare
dan dengan kawasan hutan lindung yang semula mempunyai luas sekitar 2.400
hektare namun yang sekarang ini tersisa hanya 20% dari jumlah semula (*Dinas lingkungan hidup,2003 ),juga
menghadapi masalah-masalah lingkungan hidup yang walaupun tidak sekompleks
masalah lingkungan hidup di kota besar namun cukup mengkhawatirkan dengan
keadaan kota yang di kelilingi oleh laut. masalah tersebut antara lain :
1.
Penambangan liar
Masalah
penambangan liar dikota Tarakan kurang dapat di kontrol oleh instansi pemerintah
daerah setempat. Masalah penambangan liar yang marak dikota kita ini bahkan
sudah dijadikan mata pencaharian penduduk setempat. Dinas lingkungan hidip kota
Tarakan mengklasifikasikan bahan galian menjadi tiga kelompok yaitu :
1.
Bahan galian golongan A
Yaitu
bahan galian yang dipergunakan untuk kebutuhan pital dan pertahanan keamanan,
Contohnya: penggalian bahan-bahan nuklir.
2.
Bahan galian golongan B
Yaitu
bahan galian yang dipergunakan untuk kebutuhan orang banyak (hal layak ),
Contohnya:Unsur-unsur logam sejenis besi,emas,perak,nikel,dan lain sebagainya.
3.
Bahan galian golongan C
Yaitu
bahan galian jenis batu-batuan dan selain batu-batuan lain, Contohnya: pasir
dan kerikil
2.Kondisi
akibat stimulasi (kenaikan erosi)
Masalah
ini cendrung di akibatkan karna penebangan hutan secara liar dan pemangkasan
(pengerokan) gunung yang kemudian dijadikan lahan pemukiman dan pembangunan
gedung bertingkat, dan mengakibatkan punahnya fungsi gunung dan pepohonan
disekitarnya sebagai penahan erosi.
3.
Pencemaran
Pencemaran
merupakan masalah lingkungan yang paling umum dan sudah merupakan masalah yang
mendunia terutama di Negara-negara maju. Berikut macam pencemaran yang sering
kita jumpai adalah Pencemaran sepanjang aliran sungai, Pencemaran udara
Dampak-dampak
kerusakan lingkungan hidup
Dampak
yang dirasakan atas kerusakan lingkungan hidup disekitar kita sangatlah besar
baik dampak secara langsung maupun secara tidak langsung. Diantaranya dampak
penambangan tanah liar didaerah AIR PORT yang hingga saat ini masih dirasakan
oleh penduduk sekitar yaitu banjir dikala musim hujan dan debu dimusim panas,
pengerokan gunung didaerah persemaian yng kemudian dijadikan kawasan perumahan
telah membawa dampak bangunan ditepi gunung tenggelam bersama pasir akibat
pengikisan dan banjir pada saat hujan.
Naiknya
kadar CO2 ditmosfer membawa dampak naiknya suhu atmosfer , naiknya
permukaan air laut dan akan mengubah iklim global. Terjadinya hujan asam
kematian hutan yang luas di amerika utara dan eropa akibt pencemrn SO2
&NOx.
Pertumbuhan
penduduk mengakibatkan bertambahnya limbah domestik ,dan selanjutnya
menyebabkan terjadinya eutrofikasi yang mendorong terjadinya pertumbuhan massal
mikrofia(misalnya: enceng gondok dan kayumbang).dampak kondisi akibat stimulasi
memberi dampak membahayakan Tebing dn bangunn ditepinya.penurunan salinitas,
kenaikan frekuensi, akibat banjir, kenaikn erosi lapisan, penurunan
penggelontaran zat pencemar dan penurunan DO membawa dampak membahayakan
pembangunn di dartn banjir.erosi gen diperkirakan membawa dampak punahnya jenis
hewan dan tumbuhan.
Upaya-upaya
pencegahn dan pennggulangan dampak keruskan lingkungan hidup
- Memberlakukan status hutan lindung kota untuk melindungi hutan lindung kota yang masih belum mengalami kerusakan sehingga tidak terjamah oleh tangan-tangan tidak bertanggung jawab.
- melalui upaya program-program dan pemberian tanda jasa bagi siapa saja yang berhasi menjaga lingkungan.program-program tersebut misalnya:program kali bersih yang dilakukan memisahkan samph kering dan sampah basah,instalasi pembuangan limbah yaitu dengan mengecek kandungn limbah yang ada,pembuatan sattiteng agar kotoran tidak mencemari air,pengeluaran SK untuk penanaman pohon kehidupan.
- Melalui ajakan misalnya melalui artikel dikoran, majalah, tabloid,dan pemantauan dilapangan
- Penerbitan surat izin membangun. AMDAL,RKL, RPL
- Memberikan tempat khusus bagi warga yang bermata pencaharian sebagi penambang(daerah khusus untuk menambang).
Namun dalam menjalankan upaya-upaya
diatas terdapat banyak sekali kendala, misalnya:
1. Masalah pengawasan terhadap
penambang liar yang kurang dapat dikontrol.
2. Kurangnya dana dalam penjalanan
oprasi
3. Kurang maksimalnya kerjasama
dengan instansi lain misalnya dinas tata kota
4. Kurangnya lahan untuk dijadikan
tempat program penanaman pohon kehidupan
5. Kurangnya kesadaran masyarakat
untuk memelihara lingkungan hidupnya.
Diharapkan bisa memberikan informasi kepada para pembaca
tentang masalah-masalah lingkungan hidup baik didunia,maupun dinegara Indonesia
khususnya lagi kota tercinta kita Tarakan.Mudah-mudahan kedepanya kita bisa
meningkatkan upaya pemulihan lingkungan dan meminimalisasikan eksploitasi yang
berlebihan terhadap lingkungan hidup.
Terimakasih infonya
BalasHapusiya sama-sama (y)
Hapus